PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI PELAKU YANG BEKERJASAMA DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI
Abstract
Perkembangan tindak pidana korupsi di Indonesia masih tergolong tinggi, dan mengalami peningkatan yang signifikan dari tahun ke tahun baik secara kualitas maupun kuantitasnya sehingga menjadi salah satu permasalahan krusial nasional. Korupsi dalam sudut pandang hukum pidana memiliki sifat dan karakter sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime). Penggunaan saksi pelaku yang bekerjasama (Justice collaborator) dalam peradilan pidana merupakan salah satu bentuk upaya luar biasa yang dapat digunakan untuk memberantas tindak pidana korupsi yang melibatkan pelaku tindak pidana itu sendiri, di mana pelaku itu bersedia bekerjasama dengan aparat penegak hukum. Peranan saksi sebagai Justice collaborator sangat penting diperlukan dalam rangka proses pemberantasan tindak pidana korupsi, karena Justice collaborator itu sendiri tidak lain adalah orang terlibat di dalam kejahatan tersebut. Bertolak dari hal tersebut perlu dikaji lebih dalam terkait kebijakan hukum pidana yang mengatur tentang Justice collaborator tindak pidana korupsi di Indonesia.
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini yaitu metode penelitian hukum normatif, yaitu penelitian yang meletakkan hukum sebagai sistem norma yakni mengenai asas-asas, norma, peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan, perjanjian serta doktrin (ajaran) berkatain dengan perlindungan hukum terhadap saksi pelaku yang bekerjasama dalam perkara tindak pidana korupsi.
Dari Penelitian ini dapat diambil kesimpulan bahwa Dalam Kitab KUHP tidak diatur secara jelas mengenai perlindungan hukum terhadap saksi, KUHP hanya mengatur kewajiban dari saksi untuk memberikan kesaksian, jika tidak memenuhi kewajiban maka ia dapat diancam dengan pidana pada Pasal 224 KUHP dan dihukum denda pada Pasal 522 KUHP. Menurut penulis, bentuk-bentuk perlindungan hukum yang ideal terhadap saksi pelaku yang bekerjasama dan pelapor tindak pidana meliputi: a) perlindungan fisik, psikis dan hukum (protection dan treatment); b) perlindungan prosedural (pada proses acara pidana) dan; c) penghargaan (reward).Keywords
References
Abdul Haris Semendawai. 2013. Eksistensi Justice Collaborator dalam Perkara Korupsi: Catatan tentang Urgensi dan Implikasi Yuridis atas Penetapannya Pada Proses Peradilan Pidana. Disampaikan Dalam Kegiatan Stadium General Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Jogjakarta: Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, 17 April 2013.
Adami Chazawi. 2001. Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Bernard Arief Sidharta. 2000. Refleksi Tentang Struktur Ilmu Hukum. Bandung: Mandar Maju.
Bernard L. Tanya. 2010. Teori Hukum: Strategi Tertib Manusia, Lintas Ruang dan Generasi. Yogyakarta: Genta Publishing.
C. Maya Indah S. 2010. Perlindungan Korban Suatu Perspektif Viktimologi dan Kriminologi. Salatiga: Widya Sari Press.
http://id.shvoong.com/law-and-politics/law/2288470-pengertian-sistem-hukum/
http://id.shvoong.com/social-sciences/2193610-makna-keadilan/
http://id.shvoong.com/writing-and-speaking/presenting/2150830-devinisi-keadilan-menurut-para-ahli/
http://ilhamendra.wordpress.com/2010/10/19/teori-keadilan-john-rawls-pemahaman-sederhana-buku-a-theory-of-juctice/
http://insanicita.blogspot.com/2012/03/konsep-keadilan-sosial-menurut-john.html?m=1
http://yancearizona.wordpress.com/2008/04/13/apa-itu-kepastian-hukum/
http://anggimartika.blogspot.com/2012/03/kepastian-sebagai-tujuan-hukum.html?m=1
http://musri-nauli.blogspot.com/2012/04/bismar-siregar-sang-pengadil-yang.html?m=1
http://boyyendratamin.blogspot.com/2011/08/positivisme-hukum-di-indonesia-dan.html?m=1
Leden Marpaung. 2006. Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana, Jakarta: Sinar Grafika.
Lili Rasjidi dan B Arief Sidharta. 1994. Filsafat Hukum Madzab dan Refleksi, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.
L.J. van Apeldorn. 2004. Pengantar Ilmu Hukum, Cet. xxx, Jakarta: Pradnya Paramita.
_____, 2012. Potret Saksi Dan Korban Dalam Media Massa Tahun 2011, Jakarta: Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, Bidang Hukum, Diseminasi, dan Humas.
M. Syukri Akub & Baharuddin Baharu. 2012. Wawasan Due Proses Of Law Dalam Sistem Peradilan Pidana, Yogyakarta: Rangkang Education.
Moeljatno. 2000. Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta: Rineka Cipta.
Muladi dan Barda Nawawi Arief. 1992. Bunga Rampai Hukum Pidana, Bandung: Alumni.
Peter Mahmud Marzuki. 2010. Penelitian Hukum. cetakan keenam. Jakarta: Kencana Prenada Media.
Philipus M. Hadjon. 1987. Perlindungan Hukum bagi Rakyat Indonesia, Surabaya: Bina Ilmu.
Rovan Kaligis. 2013. Fungsi Penyelidikan Dalam Proses Penyelesaian Perkara Pidana, Lex Crimen Vol. II, No. 4, Agustus 2013.
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 65/PUU-VIII/2010 Tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana.
Supriyadi Widodo Eddyono. 2013. Prospek Perlindungan Justice Collaborator Di Indonesia, Perbandingannya Dengan Di Amerika Dan Eropa, Jurnal Perlindungan, Vol 1 No. 1, 2011.
Supriyadi Widodo Eddyono, dkk. 2014. Masukan Terhadap Perubahan UU No 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban. Jakarta: Koalisi Perlindungan Saksi Dan Korban.
Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No 4 tahun 2011 Tentang Pelaporan Bagi Pelapor Tindak Pidana (whistle blower) dan saksi pelaku yang bekerjasama (justice collaborator) di Dalam Perkara Tindak Pidana Tertentu.
Teguh Prasetyo. 2011. Hukum Pidana (Edisi Revisi). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
DOI: 10.53712/yustitia.v21i1.813
Refbacks
- There are currently no refbacks.