KONSEP PENERAPAN PERLINDUNGAN HUKUM SAKSI DALAM MENGUNGKAP KASUS KORUPSI DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA
Abstract
Abstrak
Jaminan perlindungan terhadap saksi dan korban dalam tindak pidana korupsi berperan penting dalam proses peradilan pidana dengan memastikan kesaksian mereka diberikan tanpa rasa takut dan ancaman, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014, karena keterlibatan saksi korban tidak hanya menjadi kunci dalam mengungkap kebenaran serta memastikan keadilan tercapai, tetapi juga berperan dalam pengembalian aset tindak pidana korupsi, meskipun masih terdapat tantangan seperti kurangnya pemahaman tentang perlindungan saksi korban dan keterbatasan sumber daya. Hasil penerlitian menunjukkan bahwa Konsep perlindungan saksi korban dalam kasus korupsi, terutama terkait dengan pengembalian aset tindak pidana korupsi, yang diimplementasikan dalam Putusan Hakim Nomor 34/PID.SUS-TPK/2020/PN.JKT.PST tentang Kasus Jiwasraya memiliki peran penting dalam memastikan keadilan dan kebenaran terwujud. Dalam konteks kasus Jiwasraya, saksi korban memainkan peran yang sangat penting dalam mengungkap kebenaran dan memberikan bukti yang diperlukan untuk menuntut pelaku korupsi. Penerapan perlindungan hukum terhadap saksi korban dalam upaya pengembalian aset tindak pidana korupsi dalam Putusan Hakim Nomor 34/Pid.Sus TPK/2020/PN.Jkt.Pst diperlukan untuk menuntut pelaku korupsi. Perlindungan hukum yang diberikan kepada saksi korban meliputi perlindungan terhadap keamanan pribadi, keluarga, dan harta bendanya. Hal ini penting untuk melindungi saksi korban dari ancaman, intimidasi, atau balasan yang mungkin diterima sebagai akibat dari kesaksiannya.
References
Ari Astawa Putu. (2017). Negara Dan Konstitusi. Bali: Universitas Udayana.
Bagir Manan. (2000). Wewenang Provinsi, Kabupaten, dan Kota dalam rangka Otonomi Daerah. Bandung: Fakultas Hukum Unpad.
Jimly Asshiddiqie. (2007). Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara. Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan MKRI.
Moh. Fadli, Bagir Manan. (2012). Membedah UUD 1945. Malang: UB Press.
M. Hadjon Philipus. (2015). Wewenang. Surabaya: Universitas Airlangga.
Mahfud MD. (2001). Dasar-Dasar dan Struktur Ketatanegaraan Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta, Edisi Revisi.
Nadir Dan Win Yuli Wardani. (2020). Paradigma Alternatif Metode Penerapan Asas Malu (Principle Of Al-Haya’). Yogyakarta: Litera.
Sunarso. (2012). Perbandingan Sistem Pemerintahan. Yogyakarta: Ombak.
Soemantri Sri. (1976). Sistem-sistem Pemerintahan Negara-negara ASEAN. Bandung: Tarsito.
Tedi Sudrajat. (2019). Hukum Birokrasi Pemerintah (Kewenangan & Jabatan). Jakarta: Sinar Grafika.
Tjandra W. Riawan. (2019). Hukum Admintrasi Negara. Jakarta: Sinar Grafika.
Zainal Asikin. (2012). Pengantar Tata Hukum Indonesia. Jakarta: Rajawali Press.
Jurnal
Cipto Prayitno. (2020). “Constitutionality Analysis Limitation Authority of the President in the Stipulation of Government Regulation in Lieu of Act”. Bandung: Jurnal Konstitusi, Volume 17 Nomor 3 September.
Dinoroy Marganda Aritonang. (2010). “Penerapan Sistem Presidensial di Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945”. Yogyakarta: Jurnal Mimbar Hukum. Volume. 22 Nomor 2 Juni.
Muwahid. (2010). “Sistem Ketatanegaraan Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945”. Jurnal Al-Qānūn. Volume 13 Nomor 2 Desember.
Ribkha Octovina Annisa. (2018). “Sistem Pemerintahan Presidensial Di Indonesia”. Bandung: Cosmogov Jurnal Ilmu Pemerintahan. Volume 4, No. 2 Oktober.
Sri Soemantri M. (1995). “Wawasan Akar Kerakyatan dan Strategi Pengukuhannya Melalui Sistem Pemerintahan Berdasarkan UUD 1945 Dilihat dari Aspek Hukum”. (disampaikan dalam seminar sehari oleh IIPS tanggal 14 Desember.
Umar Nasaruddin. (2013). “Studi Perbandingan Sistem Ketatanegaraan Malaysia dan Indonesia”. Ambon: Jurnal Tahkim. Volume 9 Nomor 2 Desember.
“Government Directory: Prime Minister’s Department”, Sekretariat Perdana Menteri Malaysia, Diakses 29 Januari 2019.
DOI: 10.53712/yustitia.v25i1.2306
Refbacks
- There are currently no refbacks.