DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA PEMECATAN (Studi Kasus Disersi di Pengadilan Militer III-12 Surabaya Nomor PUT/142-K/AD/XII/2020)

M. Zuhdi, Moh. Siswanto, Nuryati & Zahra Madina Hirnia

Abstract


Militer adalah sebuah profesi dari Prajurit subyek hukum dalam system hukum di Indonesia, disamping tugas dan kewajibannya mengabdi kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia dia adalah juga sebagai Individu yang mempunyai jiwa kemanusiaan biasa. Orang ketika melakukan tindak pidana berstatus sebagai Prajurit atau dipersamakan dengan Prajurit, atau suatu kelompok karena undang-undang dipersamakan dengan Prajurit atau karena keputusan Panglima dengan persetujuan Mentri Kehakiman harus diadili di Pengadilan Militer adalah tunduk dan menjadi yustiabel Peradilan Militer.

Karena beban tugas dan tangungjawab yang begitu berat maka Prajurit diberi latihan dan dibekali kemampuan tempur yang memadai, untuk itu aturan hukum yang mengikat Prajurit juga harus keras dan tegas. Karena beban tugas itu pula maka penjatuhan pidanapun harus lebih berat dari pada masyarakat sipil, bahkan hukuman tambahan pemecatan hal yang luar biasa dijatuhkan pada diri seorang Prajurit yang melanggar hukum.

Hukuman tambahan ini diberlakukan bagi Prajurit TNI yang melakukan tindak pidana dan dianggap bahwa perbuatannya dinilai dapat merusak sendi-sendi kehidupan prajurit. Pada penelitian ini dilakukan dalam ragka untuk mengetahui ketentuan hukum terhadap pidana tambahan pemecatan dengan menganalisa Putusan Pengadilan Militer III-12 Surabaya Nomor:142-K/PM.III-12/AD/XII/2020.

Bagi hakim Militer, selain mempertimbangkan unsur-unsur tindak pidana yang dilakukan oleh prajurit TNI, harus pula diperhatikan asas-asas serta doktrin-doktrin yang dipegang teguh oleh TNI serta memperhatikan penyelenggaraan pertahanan dan keamanan negara. Sehingga seorang prajurit TNI yang terlibat dalam tindak pidana dapat dijatuhi hukuman tambahan berupa pemecatan dari dinas TNI.

Keywords


Hukuman Tambahan, Peradilan Militer.

References


Ahmad Rifai. 2010. Penemuan Hukum oleh Hakim dalam Persfektif Hukum Progresif, Jakarta: Sinar Grafika.

Iskandar Kamil, 2003. Kode Etik Profesi Hakim, dalam Pedoman Perilaku Hakim (Code of Conduct) Code Etik Hakim dan Makalah Berkaitan. Jakarta: Mahkamah Agung RI.

Ketua Mahakamah Agung RI, 1995. Hakim Sebagai Pemegang Mandat Yang Sah Menerapkan, Menafsirkan dan Melaksanakan Tegaknya Hukum, keynote speech pada diskusi panel Kebebasan Hakim dalan Negara Indonesia Yang Berdasarkan Atas Hukum, Ditjen Badan Peradilan Umum dan Peradilan Tata Usaha Negara Depkeh, 1995.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer Republik Indonesia.

Lilik Mulyadi. 2007. Hukum Acara Pidana Normatif, Teoritis, Praktik dan Permasalahannya. Bandung: Alumni.

Moch. Faisal Salam. 2006. Hukum Pidana Militer di Indonesia. Bandung: Mandar Maju.

Muladi dan Barda Nawawi Arif. 1998. Teori-teori dan Kebijakan Pidana. Bandung: Alumni.

Martiman Prodjohamidjojo. 1983. Putusan Pengadilan. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 39 tahun 2010 tentang Administrasi Prajurit Tentara Nasional Indonesia. Lembaran Negara No. 50 Tahun 2010. Tambahan Lembaran Negara No. 5120 Tahun 2010 Republik Indonesia.

Rusli Muhammad. 2006. Potret Lembaga Pengadilan Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Sidharta Arief. 2007. Meuwissen Tentang Pengembanan Hukum, Ilmu Hukum, Teori Hukum dan Filsafat Hukum. Bandung: PT Refika Aditama.

Soedarjo. 1985. Jaksa dan Hakim dalam Proses Pidana, Jakarta: Akademi Pressindo.

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1993. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Ulpianus dalam Dardji Darmono dan Sidharta.1995. Pokok-Pokok Filsafat Hukum, Apa dan Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia, Jakarta: Gramedia.

Undang-Undang Nomor 31 tahun 1997 tentang Peradilan daftar Militer. Lembaran Negara No. 84 Tahun 1997. Tambahan Lembaran Negara No. 3713 Tahun 1997


Full Text: PDF

DOI: 10.53712/yustitia.v23i1.1538

Refbacks

  • There are currently no refbacks.